Saudaraku yang tercinta,
Sejak diciptakan oleh Allah, manusia selalu berada di atas sebuah titian perjalanan.
Dunia bukanlah negeri untuk ditinggali selamanya. Akan tetapi ia adalah tempat persinggahan dan sekedar untuk lewat saja …
Sejak diciptakan oleh Allah, manusia selalu berada di atas sebuah titian perjalanan.
Dunia bukanlah negeri untuk ditinggali selamanya. Akan tetapi ia adalah tempat persinggahan dan sekedar untuk lewat saja …
Perjalanan ini tidak akan pernah berakhir kecuali setelah kita menghadap Allah. Barangsiapa yang berlaku baik di dalam perjalanannya niscaya akan diberi balasan dengan kenikmatan abadi di surga… Dan barangsiapa yang berlaku jelek di dalam perjalanannya niscaya akan dibalas dengan siksa yang pedih di dalam Jahannam.
Oleh sebab itu, orang yang berbahagia adalah yang selalu bersiap-siap untuk menempuh perjalanan ini dan membekali dirinya untuk itu. Dia pun mempersiapkan bekal ketakwaan dan amal shalihnya. Sedangkan orang yang celaka ialah orang-orang yang menyia-nyiakan umurnya di dalam kelalaian dan kemaksiatan. Sehingga kedatangannya tatkala menghadap Tuhannya ia divonis sebagaimana para pendurhaka, pelaku dosa dan kesalahan.
Sementara itu, di dalam perjalanannya menuju Allah seorang hamba pastilah akan mengalami sesuatu yang tidak terpuji, baik berupa ucapan maupun perbuatan; sebab manusia bukanlah makhluk yang ma’shum (terjaga dari salah dan dosa). Dia tidak pernah lepas dari sifat lupa dan lalai. Dan karena kemaksiatan-kemaksiatan merupakan sebab timbulnya murka Allah terhadap hamba dan pemicu ditimpakannya hukuman atasnya maka Allah ‘azza wa jalla tidaklah menelantarkan hamba-hamba-Nya menjadi tawanan maksiat. Allah tidak membiarkan mereka terjebak dalam kebingungan dan kekalutan. Akan tetapi Allah melimpahkan nikmat yang sangat agung kepada mereka. Allah karuniakan kepada mereka sebuah anugerah yang sangat besar. Yaitu dengan dibukakan-Nya pintu taubat dan inabah bagi mereka. Kalau seandainya Allah tidak memberikan taufik kepada hamba-hamba-Nya untuk bertaubat dan tidak memberikan nikmat diterimanya taubat itu pastilah hamba akan terjebak dalam sebuah kondisi sempit yang amat menyusahkan. Sehingga merekapun diliputi rasa putus asa dari mendapatkan ampunan. Dan harapan mereka untuk bisa mencari kedekatan dengan Tuhannya pun menipis dan terputuslah keinginan mereka untuk bisa meraih ampunan, kelapangan dan kelonggaran.
Allah Maha pengampun, Maha penerima taubat dan Maha penyayang
Allah menyifati diri-Nya di dalam Al Qur’an bahwa Dia Maha pengampun lagi Maha penyayang hampir mendekati 100 kali. Allah berjanji mengaruniakan nikmat taubat kepada hamba-hamba-Nya di dalam sekian banyak ayat yang mulia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah menginginkan untuk menerima taubat kalian, sedangkan orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya ingin agar kalian menyimpang dengan sejauh-jauhnya” (QS. An Nisaa’ [4] : 27)
Allah menyifati diri-Nya di dalam Al Qur’an bahwa Dia Maha pengampun lagi Maha penyayang hampir mendekati 100 kali. Allah berjanji mengaruniakan nikmat taubat kepada hamba-hamba-Nya di dalam sekian banyak ayat yang mulia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah menginginkan untuk menerima taubat kalian, sedangkan orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya ingin agar kalian menyimpang dengan sejauh-jauhnya” (QS. An Nisaa’ [4] : 27)
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Dan seandainya bukan karena keutamaan dari Allah kepada kalian dan kasih sayang-Nya (niscaya kalian akan binasa). Dan sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha bijaksana” (QS. An Nuur [24] : 10). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Tuhanmu sangat luas ampunannya” (QS. An Najm [53] : 32). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Rahmat-Ku amat luas meliputi segala sesuatu” (QS. Al A’raaf [7] : 156)
Oleh karenanya, saudaraku yang tercinta
Pintu taubat ada di hadapanmu terbuka lebar, ia menanti kedatanganmu…
Jalan kaum yang bertaubat telah dihamparkan, …
Ia merindukan pijakan kakimu…
Maka ketuklah pintunya dan tempuhlah jalannya. Mintalah taufik dan pertolongan kepada Tuhanmu…
Pintu taubat ada di hadapanmu terbuka lebar, ia menanti kedatanganmu…
Jalan kaum yang bertaubat telah dihamparkan, …
Ia merindukan pijakan kakimu…
Maka ketuklah pintunya dan tempuhlah jalannya. Mintalah taufik dan pertolongan kepada Tuhanmu…
Bersungguh-sungguhlah dalam menaklukkan hawa nafsumu, paksalah ia untuk tunduk dan taat kepada Tuhannya. Dan apabila engkau telah benar-benar bertaubat kepada Tuhanmu kemudian sesudah itu engkau terjatuh lagi di dalam maksiat -sehingga memupus taubatmu yang terdahulu- janganlah malu untuk memperbaharui taubatmu untuk kesekian kalinya. Selama maksiat itu masih berulang padamu maka teruslah bertaubat.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Karena sesungguhnya Dia Maha mengampuni kesalahan hamba-hamba yang benar-benar bertaubat kepada-Nya” (QS. Al Israa’ [17] : 25). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri-diri mereka, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa, sesungguhnya Dialah Dzat Yang Maha pengampun lagi Maha penyayang. Maka kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datangnya azab kemudian kalian tidak dapat lagi mendapatkan pertolongan” (QS. Az Zumar [39] : 53-54)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian berbuat dosa sehingga tumpukan dosa itu setinggi langit kemudian kalian benar-benar bertaubat, niscaya Allah akan menerima taubat kalian” (Shahih Ibnu Majah)
Maka dimanakah orang-orang yang bertaubat dan menyesali dosanya?
Dimanakah orang-orang yang kembali taat dan merasa takut siksa?
Dimanakah orang-orang yang ruku’ dan sujud?
Dimanakah orang-orang yang kembali taat dan merasa takut siksa?
Dimanakah orang-orang yang ruku’ dan sujud?
Kewajiban bertaubat
Hakikat taubat adalah meninggalkan segala yang dibenci Allah lahir maupun batin menuju segala hal yang dicintai-Nya lahir maupun batin. Asal makna taubat adalah kembali. Barangsiapa yang kembali insaf setelah terjerumus dalam berbagai penyimpangan karena merasa malu kepada Allah dan takut terhadap azab-Nya maka dialah orang yang disebut sebagai taa’ib (pelaku taubat)
Hakikat taubat adalah meninggalkan segala yang dibenci Allah lahir maupun batin menuju segala hal yang dicintai-Nya lahir maupun batin. Asal makna taubat adalah kembali. Barangsiapa yang kembali insaf setelah terjerumus dalam berbagai penyimpangan karena merasa malu kepada Allah dan takut terhadap azab-Nya maka dialah orang yang disebut sebagai taa’ib (pelaku taubat)
Hukum taubat fardhu ‘ain atas setiap muslim berdasarkan Al Kitab, As Sunnah dan Ijma’.
Adapun dalil dari Al Kitab, ini didasarkan oleh firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan bertaubatlah kepada Allah wahai semua orang beriman, supaya kalian mendapatkan keberuntungan” (QS. An Nuur [24] : 31) Begitu pula firman Allah ta’ala, “Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” (QS. At Tahriim [66] :
Di dalam kedua ayat ini terdapat perintah yang sangat tegas untuk bertaubat kepada semua kaum beriman. Hal ini menunjukkan wajibnya melakukan taubat. Dan ia juga sekaligus menunjukkan bahwa taubat itu tidak khusus berlaku bagi para pelaku maksiat dan kesalahan saja; karena Allah ta’ala memerintahkannya kepada seluruh kaum beriman.
Dalil lain yang juga menunjukkan atas kewajiban bertaubat ialah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan barangsiapa yang tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang berbuat zalim” (QS. Al Hujuraat [49] : 11). Di dalam ayat ini Allah membagi hamba-hamba-Nya ke dalam dua kelompok : yang bertaubat dan yang zalim. Dan karena kezaliman itu diharamkan maka sebaliknya bartaubatpun menjadi sebuah kewajiban.
Adapun dalil dari As Sunnah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk bertaubat. Beliau bersabda, “Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah. Karena sesungguhnya aku sendiri bertaubat kepada Allah dalam sehari 100 kali” (HR. Muslim)
Sedangkan dalil ijma’ ialah sebagaimana telah diutarakan oleh Ibnu Qudamah, “Telah terjadi ijma’ atas wajibnya bertaubat” (Mukhtashar Minhaajul Qaashidiin). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Setiap hamba harus bertaubat, Taubat itu merupakan kewajiban orang yang hidup terdahulu maupun belakangan” (Majmuu’ul Fataawa). Al Qurthubi mengatakan, “Dan tidak ada perselisihan diantara umat ini tentang wajibnya bertaubat, dan bahwasanya ia termasuk kewajiban setiap individu” (Al Jaami’ li Ahkaamil Qur’an)
Saudaraku yang tercinta,
Salah satu bukti kasih sayang Allah ta’ala kepadamu yaitu Dia menjadikan taubat itu sebagai sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan, … agar Dia memaafkan kamu dan supaya dosa-dosamu diampuni-Nya, dan Allah pun akan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu. Allah ‘azza wa jalla tidak sedikitpun membutuhkan apa-apa dari kita, baik yang berupa ketaatan maupun amal-amal kita. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ta’ala (yang artinya), “Tidaklah akan sampai kepada Allah daging-daging sembelihan itu, tidak juga darah-darahnya akan tetapi yang dinilai oleh Allah adalah ketakwaan kalian” (QS. Al Hajj [22] : 37)
Salah satu bukti kasih sayang Allah ta’ala kepadamu yaitu Dia menjadikan taubat itu sebagai sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan, … agar Dia memaafkan kamu dan supaya dosa-dosamu diampuni-Nya, dan Allah pun akan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu. Allah ‘azza wa jalla tidak sedikitpun membutuhkan apa-apa dari kita, baik yang berupa ketaatan maupun amal-amal kita. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ta’ala (yang artinya), “Tidaklah akan sampai kepada Allah daging-daging sembelihan itu, tidak juga darah-darahnya akan tetapi yang dinilai oleh Allah adalah ketakwaan kalian” (QS. Al Hajj [22] : 37)
Maka bersegeralah wahai saudaraku, bertaubatlah dengan sungguh-sungguh. Perbaharuilah taubat setiap hari dan setiap waktu. Karena sesungguhnya seseorang yang bertaubat dari dosa-dosanya dan benar-benar menyesalinya tidaklah terhitung sebagai orang yang terus menerus berkubang dalam dosa, meskipun dalam sehari dia telah melakukannya lebih dari 70 kali!!
Bertaubatlah sekarang juga
Saudaraku yang tercinta, taubat itu wajib dilakukan dengan segera. Artinya tidak boleh mengakhirkan dan menunda-nundanya. Karena hal itu tergolong dosa baru yang membutuhkan taubat lagi. Tidakkah orang yang menunda-nunda taubat ini menyadari ketika dia berkata, “Besok saya akan bertaubat” bahwa besok belum tentu dia masih hidup.
Saudaraku yang tercinta, taubat itu wajib dilakukan dengan segera. Artinya tidak boleh mengakhirkan dan menunda-nundanya. Karena hal itu tergolong dosa baru yang membutuhkan taubat lagi. Tidakkah orang yang menunda-nunda taubat ini menyadari ketika dia berkata, “Besok saya akan bertaubat” bahwa besok belum tentu dia masih hidup.
Bahkan lebih dari itu, dia pun tidak tahu apakah saat itu dia masih sanggup bisa berdiri dari tempatnya. Karena kematian terkadang datang secara tiba-tiba, tanpa ada sebab-sebab maupun tanda-tanda yang tampak. Betapa banyak kita lihat orang-orang yang mengalami kematian secara tiba-tiba akibat terkena serangan jantung secara mendadak, kecelakaan yang tiba-tiba atau karena sebab-sebab lain yang tidak diketahui kecuali oleh Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tidak ada satu jiwapun yang mengetahui secara pasti apa yang akan dilakukannya besok hari, dan tidak ada satu jiwapun yang mengetahui di bumi manakah dia akan mati” (QS. Luqman [31] : 34)
Allah memerintahkan agar kita bersegera dalam meraih sebab-sebab yang bisa mendatangkan ampunan, sedangkan taubat termasuk diantaranya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan bersegeralah kalian untuk menggapai ampunan dari Tuhan kalian serta surga yang lebarnya selebar langit dan bumi” (QS. Ali ‘Imran [3] : 133). Allah berfirman (yang artinya), “Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan” (QS. Al Baqarah [2] : 148). Allah ‘azza wa jalla juga berfirman, “Dan orang-orang yang apabila melakukan kekejian atau kezaliman terhadap diri sendiri mereka lantas mengingat Allah dan memohon ampunan atas dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang bisa memberikan ampunan terhadap dosa selain Allah. Dan mereka juga tidak terus menerus berkubang dalam kesalahan sedang mereka mengetahuinya” (QS. Ali Imran [3] : 135).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah orang yang terus menerus dalam dosa yang dilakukannya sementara dia menyadarinya” (HR. Ahmad dan dinilai shahih Al Albani)
Oleh karenanya, wahai saudaraku yang tercinta!
Bertaubatlah sekarang juga, sebelum kezaliman itu semakin bertumpuk-tumpuk menjejali hatimu sehingga engkaupun menjadi tidak sanggup lagi membendung derasnya perbuatan maksiat.
Bertaubatlah sekarang, sebelum sakit atau kematian menimpamu sehingga tidak bisa lagi kau dapatkan kesempatan emas untuk bertaubat.
Bertaubatlah sekarang, sebelum malaikat maut datang kepadamu lantas kaupun menyesalinya, “Wahai Tuhanku, kembalikanlah aku ke dunia” maka Allah pun menjawab, “Sekali-kali tidak”.
Bertaubatlah sekarang juga, sebelum kezaliman itu semakin bertumpuk-tumpuk menjejali hatimu sehingga engkaupun menjadi tidak sanggup lagi membendung derasnya perbuatan maksiat.
Bertaubatlah sekarang, sebelum sakit atau kematian menimpamu sehingga tidak bisa lagi kau dapatkan kesempatan emas untuk bertaubat.
Bertaubatlah sekarang, sebelum malaikat maut datang kepadamu lantas kaupun menyesalinya, “Wahai Tuhanku, kembalikanlah aku ke dunia” maka Allah pun menjawab, “Sekali-kali tidak”.
Diterjemahkan dengan sedikit perubahan dari buku mungil berjudul ‘Ayyuhalmuqashshir mata tatubu?’
Sumber : http://abu0mushlih.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar
Selamat Mengisi Soal